KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji
syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena hanya dengan berkat-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari alam gelap ke alam yang terang benderang, dari alam jahiliyah ke
alamyang penuh berkah ini. Saya mengucapkan terima
kasih kepada Pak Sariwandi selaku guruAgama Islam . Dan saya
juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan bantuannya berupa materiil maupun non materiil, karena tanpa
bantuan pihak-pihak tersebut saya tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah
ini. Selain itu, saya pun mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang
saya kutip tulisannya sebagai bahan rujukan.
Saya menyusun makalah
ini dengan sungguh-sungguh dan semampu saya. Saya berharap dengan adanya
makalah ini dapat memberikan pengalaman maupun pelajaran yang berarti bagi
siapa saja yang membacanya.
Makalah ini dibuat
sebagai salah satu tugas Agama Islam Makalah ini saya buat satu
jilid yang berisi tentang “TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH”.
Dalam tiap subbab yang
dibahas merupakan informasi yang sesuai dengan materi yang sedang dibahas.
Akhir kata, manusia
tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini. Jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syariat Islam
mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak
pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT
dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang
muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi
kehariban Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian
khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum
Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya fardhu kifayah atas
orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4 perkara, yaitu
memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah meninggal
tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba
menguraikan dalam penjelasan berikut ini.
1.2 Rumusan
masalah
Mengetahui tata cara
menguburkan jenazah
BAB II
PEMBAHASAN
Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa
jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat sudut
usungan.
Disunnahkan
menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para
pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan
atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak
dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan
lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan
agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang
dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah
bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR.
Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz”
hal. 145)
Lahad adalah liang
(membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian
arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang
yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U
memanjang).
– Jenazah siap untuk
dikubur. Allahul musta’an.
– Jenazah diangkat di
atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
– Jenazah dimasukkan ke
dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki
kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
– Petugas yang
memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA
‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas
millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke
lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam.
Disunnahkan
membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi
miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan
kedua kaki.
– Tidak perlu
meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada
dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali
bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah
dijelaskan.
– Setelah jenazah
diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan
kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
– Lalu sela-sela batu
bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang
masuk sekaligus untuk menguatkannya.
– Disunnahkan bagi para
pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah
jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas
jenazah tersebut.
– Hendaklah meninggikan
makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya,
dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
– Kemudian ditaburi
dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan
tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206).
Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
– Haram hukumnya
menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan
diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal
tersebut. (HR. Muslim)
– Kemudian pengiring
jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua
malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan
dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai
menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi
si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi
sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam
bish-shawab.
Berdasarkan uraian
mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah, antara
lain:
Memperoleh pahala yang
besar.
Menunjukkan rasa
solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
Membantu meringankan
beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang
dideritanya.
Mengingatkan dan
menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya
mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
Sebagai bukti bahwa
manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang
manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan
Allah SWT dan RasulNya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas
dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk yang mulia di sisi
Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu mendapat perhatian
khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah
seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini
dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan
oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang
menjadi kewajiban itu ialah:
Memandikan
Mengkafani
Menshalatkan
Menguburkan
Adapun hikmah yang
dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
Memperoleh pahala yang
besar.
Menunjukkan rasa
solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
Membantu meringankan
beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang
dideritanya.
Mengingatkan dan
menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya
mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
Sebagai bukti bahwa
manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang
manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan
Allah SWT dan RasulNya.
SARAN
Dengan adanya
pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah berharap kepada
kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk
menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar pembahasan ini
dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua serta dapat mengajarkannya
dengan baik ketika telah menjadi seorang guru di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim.
2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah.Jakarta: Amzah
Abd. Ghoni Asyukur.
1989. Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah
Rizal Qasim.
2000. Pengamalan Fikih I. Jakarta: Tiga Serangkai
0 komentar:
Posting Komentar