BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada mulanya orang
berfikir bahwa dengan melihat luasnya lautan, maka semua hasil buangan sampah
dan sisa-sisa industri yang berasal dari aktifitas manusia di daratan
seluruhnya dapat di tampung oleh lautan tanpa menimbulkan suatu akibat yang
membahayakan. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lautan akan diencerkan dan
kekuatan mencemarnya secara perlahan-lahan akan diperlemah sehingga membuat
mereka menjadi tidak berbahaya. Dengan makin cepatnya pertumbuhan penduduk
dunia dan makin meningkatnya lingkungan industri mengakibatkan makin banyak
bahan-bahan yang bersifat racun yang dibuang ke laut dalam jumlah yang sulit
untuk dapat dikontrol secara tepat.
Air laut adalah suatu
komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah
dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat
penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang
mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut.
Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke
sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk
fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).
Kemudian, polutan
tersebut yang masuk ke air diserap langsung oleh fitoplankton. Fitoplankton
adalah produsen dan sebagai tropik level pertama dalam rantai makanan. Kemudian
fitoplankton dimakan zooplankton. Konsentrasi polutan dalam tubuh zooplankton
lebih tinggi dibanding dalam tubuh fitoplankton karena zooplankton memangsa
fitoplankton sebanyak-banyaknya. Fitoplankton dan zooplankton dimakan oleh
ikan-ikan planktivores (pemakan plankton) sebagai tropik level kedua. Ikan
planktivores dimangsa oleh ikan karnivores (pemakan ikan atau hewan) sebagai
tropik level ketiga, selanjutnya dimangsa oleh ikan predator sebagai tropik
level tertinggi.
Ikan predator dan ikan
yang berumur panjang mengandung konsentrasi polutan dalam tubuhnya paling
tinggi di antara seluruh organisme laut. Kerang juga mengandung logam berat
yang tinggi karena cara makannya dengan menyaring air masuk ke dalam insangnya
setiap saat dan fitoplankton ikut tertelan. Polutan ikut masuk ke dalam
tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan bahkan bisa melebihi konsentrasi
yang di air.
Polutan tersebut
mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada
akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh
organisme laut tersebut dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan
sebagai bahan makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena
kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang
berasal dari daerah tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga
makanan laut (seafood) yang berasal dari pantai dan laut yang tercemar juga
mengandung bahan polutan yang tinggi.
Salah satu polutan yang
paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah logam berat. WHO (World Health
Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food Agriculture
Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak
mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah
lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat
potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan
tidak sedikit yang menyebabkan kematian.
Pencemaran laut
merupakan suatu ancaman yang benar-benar harus ditangani secara
sungguh-sungguh. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa itu pencemaran laut,
bagaimana terjadinya pencemaran laut, serta apa yang solusi yang tepat untuk
menangani pencemaran laut tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa
yang dimaksud dengan pencemaran laut?
b) Apa
yang menjadi sumber dan bahan pencemaran laut?
c) Apa
saja dampak dari pencemaran laut?
d) Apa
saja kasus Pencemaran Laut yang pernah terjadi di Indonesia dan di dunia?
e) Bagaimana
cara mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran laut dan kebijakan untuk
menangani perihal tersebut?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu, untuk mengetahui
semua informasitentang pencemaran laut mulai dari definisinya, sumber,
serta bahan-bahan yang mencemari laut, dampak pencemaran laut , cara
penanggulangan dan kebijakan yang diterapkan untuk mengatasi perihal pencemaran
laut dan kasus-kasus pencemaran laut yang pernah terjadi di Indonesia dan di
dunia?
BABII
PEMBAHASAN
2.1 PengertianPencemaran
Laut
Pencemaran
laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri,
pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing)
ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
Dalam
sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel
kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian
besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara ini,
racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin
panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun
yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini
bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic. Sebagian besar
sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut
maupun melalui tumpahan.
2.2Penyebab
Pencemaran Laut
2.2.1 Pencemaran
oleh minyak
Saat
ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan
kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampirtidak bias
dielakkan.Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap
tahun. Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan mengakibatkan
minyak mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke
pantai.
Contoh kecelakaan kapal
yang pernah terjadi :
a) Torrey
canyon dilepas pantai Inggris 1967mengakibatkan 100.000 burung mati
b) Showa
maru di selat Malaka pada tahun 1975
c) Amoco
Cadiz di lepas pantai Perancis 1978
Pencemaran
minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh tumbuhan yang hidup
disuatu daerah. Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang
suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk
membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan
mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak.
Mikroorganisme yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik
minyak, sehingga banyak daerah pantai yang terkena ceceran minyak secara berat
telah bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun.
Tumpahan
minyak di laut
2.2.2 Pencemaran
oleh logam berat
Logam
berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk
setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam
ringan.
Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium
(Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi anorganik
yang sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan.
Penyebab terjadinya pencemaran logam berat pada perairan biasanya berasal dari
masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri dan pertambangan.
Jenis-Jenis
Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat :
Kertas :
Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Petro-chemical :
Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pengelantang :
Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pupuk :
Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Kilang
minyak :
Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn
Baja :
Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn
Logam bukan
besi : Cr, Cu, Hg, Pb, Zn
Kendaraan
bermotor : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn
Semen,
keramik : Cr
Tekstil :
Cr
Industri
kulit :
Cr
Pembangkit listrik
tenaga uap : Cr, Zn
Logam
berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat
bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat
semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air
dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia
apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak
langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam
tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai
bahaya terhadap kesehatan.
( ISIKAN GAMBAR )
Laut
tercemar logam berat
A. Contoh
kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia
Teluk
Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan
limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont
Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut
membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap
harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung
cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena
serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki
benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.
B. Contoh
kasus pencemaran akibat logam berat di Jepang
Kasus
minamata yang terjadi dari tahun 1953 sampai 1975 telah menyebabkan ribuan
orang meninggal dunia akibat pencemaran mercury di Teluk Minamata Jepang.
Industri Kimia Chisso menggunakan mercury khlorida (HgCl2) sebagai katalisator
dalam memproduksi acetaldehyde sintesis di mana setiap memproduksi satu ton
acetaldehyde menghasilkan limbah antara 30-100 gr mercury dalam bentuk methyl
mercury (CH3Hg) yang dibuang ke laut Teluk Minamata.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung
dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang
tinggi pada daging kerang-kerangan, crustacea dan ikan yang merupakan konsumsi
sehari-hari bagi masyarakat Minamata. Konsentrasi atau kandungan mercury dalam
rambut beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm.
Masyarakat Minamata yang mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut dalam
jumlah banyak telah terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa
dan bahkan banyak yang meninggal dunia.
2.2.3 Pencemaran
oleh sampah
Plastik
telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan
terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah
plastik, sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir
Perang Dunia II. Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk
hingga seratus juta metrik ton.
Plastik
dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk
satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit,
sesak napas, maupun termakan.
Jaring
ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut.
Jaring ini dikenal sebagai hantu jala sangat membahayakan lumba-lumba,
penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit
membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang
perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.
Sampah
yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui sistem daerah aliran
sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung logam berat dengan
konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan-bahan organik,
sehingga akan memperkaya kandungan zat-zat makanan pada suatu daerah yang
tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme.
Aktifitas
pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya kandungan oksigen
khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh besar pada
kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah tersebut. Pada keadaan
yang paling ekstrim, jumlah spesies yang ada didaerah itu akan berkurang secara
drastis dan dapat mengakibatkan bagian dasar dari estuarin kehabisan oksigen.
Sehingga mikrofauna yang dapat hidup disitu hanya dari golongan cacing saja.
Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk golongan yang mudah hancur dengan cepat,
sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar
diperairan terbuka.
Pencemaran
laut oleh sampah
2.2.4 Pencemaran
oleh pestisida
Kerusakan
yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka sengaja
ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama
tanaman atau organism-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida
ini harus mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh
organism-organisme yang tidak dikehendaki tanpa merusak hewan lainnya, tetapi
pada kenyataannya pestisida bisa membunuh biota air yang ada di laut.
Beberapa
pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia yang
disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis ini
termasuk golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana
molekul-molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun
sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan
digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat mereka menumpuk di
lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir
lagi dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut.
Hewan
biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa organisme air
termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam jaringan
tubuhnya.
Ketika
pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring
makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi,
serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai
makanan termasuk manusia.
Pencemaran
laut akibat pestisida
2.2.5 Pencemaran
akibat proses Eutrofikasi
Peristiwa
Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa
yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan
tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut
termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya
menganggu kestabilan populasi organisme lain.
Muara
merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang
diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini kemudian dibawa
oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara.
The
World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan
oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini
terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan
Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya
adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang membunuh ikan
dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa
hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
2.2.6 Pencemaran
akibat peningkatan keasaman
Dewasa
ini sangat banyak kegiatan manusia yang menyebabkan polusi udara, tanah dan
air, yang disebabkan oleh limbah pabrik, industri, asap kendaraan, dan banyak
lagi. Salah satu contoh adalah semakin banyak karbon dioksida memasuki atmosfer
bumi, maka karbondioksida yang kita hasilkan sehari-hari dapat menyebabkan
hujan asam dan juga meningkatkan kadar keasaman laut menjadi lebih asam. Potensi
peningkatan keasaman laut dapat mempengaruhi kemampuan karang dan hewan
bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang atau rangka. Perubahan iklim juga
akan berdampak buruk pada ekosistem di lautan . Jika air laut semakin memanas,
maka akan terjadi peningkatan keasaman laut, dan terumbu karang adalah yang
paling rentan menghadapi peningkatan keasaman ini .
Menurut Dr. Nerilie Abrahams dari Universitas Nasional Australia, terumbu
karang seperti sedang mencatat kematiannya sendiri. Jumlah Karbon Dioksida yang
dipompakan ke atmosfer sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuat lebih
asam lagi. Bahayanya adalah tentu saja seluruh terumbu karang akan hancur dan
larut karena asam tadi. Persoalan perubahan suhu maupun berbagai perubahan lain
yang dialami lautan sebetulnya bukanlah sesuatu yang luar biasa. Di masa lalu
hal ini sudah barangkali terjadi, nemun perbedaannya adalah saat ini perubahan
suhu tersebut dipicu oleh campur tangan manusia, jadi bukan karena sebab alami
Terumbu
karang yang rusak
2.3Dampak
pencemaran laut
2.3.1 Logam
berat
WHO
(World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food
Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk
tidak mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat
telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat
potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan
tidak sedikit yang menyebabkan kematian.
Bahaya
yang Dapat Ditimbulkan oleh Logam Berat di dalam Tubuh Manusia :Barium (Ba):
Dalam bentuk serbuk, mudah terbakar pada temperatur ruang. Jangka panjang,
menyebabkan naiknya tekanan darah dan terganggunya sistem syaraf.
· Cadmium
(Cd): Dalam bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika terhirup dari udara atau
uap. Dapat menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium sangat beracun. Jangka
panjang, terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid, dicurigai dapat
menyebabkan hipertensi
· Kromium
(Cr): Kromium hexavalen bersifat karsinogenik dan korosif pada jaringan tubuh.
Jangka panjang, peningkatan sensitivitas kulit dan kerusakan pada ginjal
· Timbal
(Pb): Beracun jika termakan atau terhirup dari udara atau uap. Jangka panjang,
menyebabkan kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran
· Raksa
(Hg): Sangat beracun jika terserap oleh kulit atau terhirup dari uap. Jangka
panjang, beracun pada sistem syaraf pusat, dapat menyebabkan kelainan pada
kelahiran.
· Perak
(Ag): Beracun. Jangka panjang, pelunturan abu-abu permanen pada kulit, mata dan
membran mukosa (mucus)
2.3.2 Tumpahan
minyak
Minyak
yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas
permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka
menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri
serta dapat menyebabkan keracunan pada burung tersebut.
2.3.3 Sampah
Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengonsumsi plastik karena tak jarang
plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut.
Plastik tidak dapat dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan
ini, sehingga menyumbat saluran pencernaan dan menyebabkan kematian
melalui kelaparan atau infeksi. Selain berpengaruh terhadap kesehatan biota
laut, adanya sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Penyakit yang paling sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah bersentuhan
dengan air laut, dll.
2.3.4 Pestisida
Pengaruh
pestisida terhadap kehidupan organisme air :
v Penumpukan
pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat mempengaruhi system
syaraf pusat.
v Bahan
aktifnya selain bisa membunuh organism perairan (ikan) juga dapat merubah
tingkah laku ikan dan menghambat perkembangan telur moluska dan juga ikan.
v Daya racun
berkisar dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap racun
pestisida dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati),
dll.
2.3.5 Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan
jumlah alga dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk
fotosintesis. Karena terlalu banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah
akan mengalami kematian secara massal, serta terjadi kompetisi dalam
mengonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut. Sisa
respirasi menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic
dan menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
2.3.6 Peningkatan
keasaman
Selain
menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, kehidupan laut terpengaruh karena
perubahan itu, khususnya hewan dan tumbuhan yang memiliki tulang karbonat
kalsium dan yang menjadi sumber makanan bagi penghuni laut lainnya. Satu miliar
orang yang bergantung pada ikan sebagai sumber utama penghasil protein akan
terkena dampak dari peningkatan keasama laut tersebut.
2.4Pencegahan
dan penanggulangan terjadinya pencemaran laut
Upaya
pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh pemerintah
dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT :
a. Pencegahan
terjadinya pencemaran laut
Berikut ini adalah
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran laut :
Ø Tidak
membuang sampah ke laut
Ø Penggunaan
pestisida secukupnya
Ø Yang
paling sering di temukan pada saat pembersihan pantai dan laut adalah puntung
rokok. Selalu biasakan untuk tidak membuang puntung rokok di sekitar laut.
Ø Kurangi
penggunaan plastik
Ø Jangan
tinggalkan tali pancing, jala atau sisa sampah dari kegiatan memancing di laut.
Ø Setiap
industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
Ø Menggunakan
pertambangan ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup.
Ø Pendaurulangan
sampah organik
Ø Tidak
menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi
tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran
air.
Ø Penegakan
hukum serta pembenahan kebijakan pemerintah
b. Penanggulangan
pencemaran laut :
Ø Melakukan
proses bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untu menetralisir
pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari ledakan ladang
minyak.
Ø Fitoremediasi
dengan menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam berat juga ditempuh.
Salah satu tumbuhan yang digunakan tersebut adalah pohon api-api (Avicennia
marina). Pohon Api-api memiliki kemampuan akumulasi logam berat yang tinggi.
Ø Melakukan
pembersihan laut secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat
Usaha
yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat pencemaran laut
diantaranya adalah :
1. Meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi
kehidupan.
2. Menggalakkan
kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta isinya.
3. Tidak membuang
sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
4. Tidak
menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau, dan
lain-lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
5.Tidak menjadikan laut
sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang akan mencemari laut.
Konvensi Internasional
yang menangani regulasi mengenai Pencemaran laut berdasarkan catatan Rusmana
(2012) adalah
A. United Nation
Covention on the Law of the Sea 1982
(UNCLOS)
Konvensi
Hukum Laut 1982 adalah merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum laut, yang
disetujui di montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember 1982[9]. Konvensi
Hukum Laut 1982 secara lengkap mengatur perlindungan dan pelestarian lingkungan
laut (protection and preservation of the marine environment) yang terdapat
dalam Pasal 192-237.
Pasal 192 berbunyi :
yang menegaskan bahwa setiap Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut. Pasal 193 menggariskan prinsip penting dalam
pemanfaatan sumber daya di lingkungan laut, yaitu prinsip yang berbunyi : bahwa
setiap Negara mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya
sesuai dengan kebijakan lingkungan mereka dan sesuai dengan kewajibannya untuk
melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Konvensi Hukum Laut
1982 meminta setiap Negara untuk melakukan upaya-upaya guna mencegah (prevent),
mengurangi (reduce), dan mengendalikan (control) pencemaran lingkungan laut
dari setiap sumber pencemaran, seperti pencemaran dari pembuangan limbah
berbahaya dan beracun yang berasal dari sumber daratan (land-based sources),
dumping, dari kapal, dari instalasi eksplorasi dan eksploitasi. Dalam berbagai
upaya pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran lingkungan tersebut
setiap Negara harus melakukan kerja sama baik kerja sama regional maupun global
sebagaimana yang diatur oleh Pasal 197-201 Konvensi Hukum Laut 1982.
B. International
Conventions on Civil Liability for
Oil Pollution
Damage 1969 (Civil Liability Convention)
Konvensi
Internasional Mengenai Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pencemaran Minyak di
Laut (International Convention on Civil Liability for Oil Pollution
Damage). CLC 1969 merupakan konvensi yang mengatur tentang ganti rugi
pencemaran laut oleh minyak karena kecelakaan kapal tanker. Konvensi ini
berlaku untuk pencemaran lingkungan laut di laut territorial Negara peserta.
Dalam hal pertanggungjawaban ganti rugi pencemaran lingkungan laut maka prinsip
yang dipakai adalah prinsip tanggung jawab mutlak.
C. Convention
on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of
Wastes and Other Matter
1972 (London Dumping Convention)
London Dumping
Convention merupakan Konvensi Internasional untuk mencegah terjadinya
Pembuangan (dumping), yang dimaksud adalah pembuangan limbah yang
berbahaya baik itu dari kapal laut, pesawat udara ataupun pabrik
industri. Para Negara konvensi berkewajiban untuk memperhatikan tindakan
dumping tersebut. Dumping dapat menyebabkan pencemaran laut yang mengakibatkan
ancaman kesehatan bagi manusia, merusak ekosistem dan mengganggu kenyamanan
lintasan di laut.
Beberapa jenis limbah
berbahaya yang mengandung zat terlarang diatur dalam London Dumping Convention
adalah air raksa, plastik, bahan sintetik, sisa residu minyak, bahan campuran
radio aktif dan lain-lain. Pengecualian dari tindakan dumping ini adalah
apabila ada “foce majeur”, yaitu dimana pada suatu keadaan terdapat
hal yang membahayakan kehidupan manusia atau keadaan yang dapat mengakibatkan
keselamatan bagi kapal-kapal.
D. The
International Covention on Oil Pollution Preparedness
Response And
Cooperation 1990 (OPRC)
OPRC adalah sebuah
konvensi kerjasama internasional menanggulangi pencemaran laut dikarenakan
tumpahan minyak dan bahan beracun yang berbahaya. Dari pengertian yang ada,
maka dapat kita simpulkan bahwa Konvensi ini dengan cepat memberikan bantuan
ataupun pertolongan bagi korban pencemaran laut tersebut, pertolongan tersebut
dengan cara penyediaan peralatan bantuan agar upaya pemulihan dan evakuasi
korban dapat ditanggulangi dengan segera.
E. International
Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 (Marine
Pollution)
Marpol 73/78 adalah
konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal,1973 sebagaimana
diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan tujuan untuk
meminimalkan pencemaran laut , dan melestarikan lingkungan laut melalui
penghapusan pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan
meminimalkan pembuangan zat-zat tersebut tanpa disengaja.
International Convention
for the Prevention of Pollution from Ships 1973 yang kemudian
disempurnakan dengan Protocol pada tahun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan
nama MARPOL 1973/1978. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexes yang berisi
regulasi-regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal terhadap :
a. Annex
I : Prevention of pollution by oil ( 2 October 1983 )
Total hydrocarbons (oily waters, crude, bilge water, used oils,
dll) yang diizinkan untuk dibuang ke laut oleh sebuah kapal adalah tidak boleh
melebihi 1/15000 dari total muatan kapal. Sebagai tambahan, pembuangan limbah
tidak boleh melebihi 60 liter setiap mil perjalanan kapal dan dihitung setelah
kapal berjarak lebih 50 mil dari tepi pantai terdekat. Register Kapal harus
memuat daftar jenis sampah yang dibawa/dihasilkan dan jumlah limbah minyak yang
ada. Register Kapal harus dilaporkan ke pejabat pelabuhan.
b. Annex
II : Control of pollution by noxious liquid substances
( 6 April 1987 )
Aturan ini
memuat sekitar 250 jenis barang yang tidak boleh dibuang ke laut, hanya dapat
disimpan dan selanjutnya diolah ketika sampai di pelabuhan. Pelarangan
pembuangan limbah dalam jarak 12 mil laut dari tepi pantai terdekat.
c. Annex
III : Prevention of pollution by harmful substances in packaged form
( 1 July 1992 )
Aturan
tambahan ini tidak dilaksanakan oleh semua negar yaitu aturan standar
pengemasan, pelabelan, metode penyimpanan dan dokumentasi atas limbah berbahaya
yang dihasilkan kapal ketika sedang berlayar
d. Annex
IV : Prevention of pollution by sewage from ships
(
27 September 2003 )
Aturan ini khusus
untuk faecal waters dan aturan kontaminasi yang dapat diterima pada
tingkatan (batasan) tertentu. Cairan pembunuh kuman (disinfektan) dapat dibuang
ke laut dengan jarak lebih dari 4 mil laut dari pantai terdekat. Air buangan
yang tidak diolah dapat dibuang ke laut dengan jarak lebih 12 mil laut dari
pantai terdekat dengan syarat kapal berlayar dengan kecepatan 4 knot.
e. Annex
V : Prevention of pollution by garbage from ships (
31 december
1988)
Aturan
yang mengatur tentang melarang pembuangan sampah plastik ke laut.
f. Annex
IV : Prevention of air pollution by ships
Aturan ini tidak dapat
efektif dilaksanakan karena tidak cukupnya negara yang meratifiskasi (menandatangani
persetujuan.)
MARPOL 1973/1978 memuat
peraturan untuk mencegah seminimum mungkin minyak yang mencemari laut. Tetapi,
kemudian pada tahun 1984 dilakukan beberapa modifikasi yang menitik-beratkan
pencegahan hanya pada kagiatan operasi kapal tangki pada Annex I dan yang
terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapai dengan Oily Water
Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems.
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
a) Pencemaran
laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri,
pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing)
ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
b) Penyebab
pencemaran laut yaitu :
Ø Pencemaran
oleh minyak
Ø Pencemaran
oleh logam berat
Ø Pencemaran
oleh sampah
Ø Pencemaran
oleh pestisida
Ø Pencemaran
akibat proses Eutrofikasi
Ø Pencemaran
akibat peningkatan keasaman
Ø Pencemaran
akibat polusi kebisingan
c) Contoh
kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia yaitu di Teluk
Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan
limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont
Minahasa Raya (NMR).
d) Upaya
pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh pemerintah
dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
0 komentar:
Posting Komentar